Pendinginan, Pengepakan dan Penyimpanan WP (Pelet Kayu)
Mesin pendingin Pele…
Mesin pendingin Pelet kayu
Pendahuluan
Dalam pabrik WP, pendingin pelet tidak dapat diabaikan begitu saja. WP keluar dari mesin pelet, selalu berada dalam keadaan panas dan basah. Guna menurunkan suhu WP itu, diperlukan mesin pendingin pelet yang menggunakan teknologi lawan arah dan dilengkapi dengan sistem kendali atomatis tingkat tinggi. Mesin pendingin WP lawan arah adalah peralatan pendingin mutakhir yang telah dikembangkan menggunakan teknologi pendingin level internasional dengan pengalaman produksi bertahun-tahun. Mesin itu dikhususkan untuk pendinginan WP yang bersuhu tinggi setelah melalui proses peletisasi di mesin pellet. Selain itu, mesin pendingin ini juga dapat digunakan untuk mendinginkan bahan umpan pelet pada jalur proses pembuatan WP.
Fitur pendingin Lawan Arah
- Mesin pendingin lawan arah yang ada saat ini adalah pendingin baru yang mutakhir. Ia menggunakan prinsip lawan arah, mendinginkan material bersuhu tinggi dan kelembaban tinggi.
- Aliran angin vertikal melewati lapisan WP; mula pertama menyentuh WP agak panas, kemudian angin secara bertahap memanas dan bersentuhan dengan WP panas, arah angin berlawanan arah dengan arah WP yang turun secara gravitasi, membuat WP mendingin secara bertahap. Hal itu menghindari keretakan permukaan pelet, akibat pendinginan mendadak ketika menyentuh angin dingin. Udara masuk ke ruang pendingin dari bawah yang melewati area yang luas, dengan laju tinggi. Konsumsi energi mesin pendingin ini rendah, mudah dioperasikan, sehingga efek pendinginan menjadi efektif.
- WP cukup didinginkan secara merata, menggunakan teknik unik berupa vibrasi saringan (bolong-bolong) secara mekanik, operasi getaran saringan yang mulus, sehingga suhu pelet yang semula 80-90 oC dengan kadar air 17-18% akan menurun hingga tidak lebih 3-5 oC dari suhu lingkungan, sekaligus menghilangkan kandungan air di permukaan pelet dengan kadar air dalam WP tidak lebih dari 12,5% yang selanjutnya siap disimpan atau dikirim ke pelanggan via transportasi.


Keuntungan Pendingin Lawan Arah
- Setelah pendinginan, WP bersuhu 3-5 oC di atas suhu lingkungan
- Penghentian otomatik saringan dengan efek unik, guna menghindari kontaminasi silang antar umpan.
- Daya vibrasi kotak saringan yang unik
- Menggunakan mesin pendingin standar yang dilengkapi dengan kombinasi separator spiral
- Cocok untuk pendinginan aneka macam bahan WP.
Tabel berikut adalah contoh model mesin pendingin WP versi Taichang.
Model | Daya (kW) | Output (ton/jam) | Kapasitas (CBM) | Daya Fan (kW) |
TCLQ-1.2 | 1.1 + 1.5 | 0.5 – 0.8 | 1.2 | 5.5 |
TCLQ-1.5 | 1.5 + 0.25 | 1 – 2 | 1.5 | 7.5 |
TCLQ-2.5 | 2.2 + 0.55 | 3 – 5 | 2.5 | 11 |
TCLQ-4.0 | 3 + 0,7 | 5 – 8 | 4 | 18.5 |
TCLQ-6.0 | 4 + 0.7 | 8 – 12 | 6 | 22 |
Contoh prinsip kerja mesin pendingin secara umum seperti dijelaskan berikut.

Pelet panas dari mesin peletisasi WP masuk ke ruang pendingin melalui inlet katub putar di bagian atas (lihat Gambar 3). Sebuah distributor yang berada di bawah katub putar tersebut, menyebarkan pelet secara merata ke dalam ruang pendingin. Pelet didinginkan dalam ruang pendingin oleh aliran udara yang masuk ke ruang itu melalui gerbang buang (bawah) dan meninggalkan ruang itu menuju pengeluaran (outlet) udara (atas). Tinggi pelet dalam ruang itu dikendalikan oleh sensor level (ketinggian) yang menjaga agar tinggi pelet yang didinginkan tetap. Bila pelet mengaktivasi sensor level, pembuka pendulum membuka dan pelet dikeluarkan melalui hopper. Pengeluaran pelet berhenti bila produk pelet dingin berada di bawah sensor level. Guna mencegah luapan pelet, mesin pendingin telah dilengkapi dengan sensor luapan, yang akan menghentikan pasokan pelet masuk ke ruang pendingin.
Tip Operasi dan Perawatan
- Pendingin harus berdiri kokoh di atas permukaan lantai yang dibaut kuat ke lantai. Sebelum difungsikan, bagian pengeluaran pelet harus diatur ke posisi horizontalnya dengan alat pengatur level dan kaki dukung harus terisi sepenuhnya.
- Sebelum pengumpanan dilakukan, kosongkan mesin terlebih dahulu, periksa apakah bagian dalam mesin berada dalam keadaan normal.
- Tambahkan pelumas gemuk ke bantalan pengumpan dan peredam gigi secara berkala.
- Selama penyimpanan dalam waktu lama, pendingin pelet harus diletakkan pada ruang berventilasi, kering, sejuk dan teduh.
Seksi Pengepakan Pelet Kayu
Nama: Mesin Pengepakan
Fungsi: mesin pengepakan digunakan untuk mengemas WP ke dalam kantong berukuran 15-50 kg yang kemasannya dapat berupa kantong plastik atau kertas (mirip kemasan semen). Kemudian ditumpuk rapi di atas palet hingga mencapai berat total satu atau satu setengah ton per palet. Karung jumbo yang mampu mengepak WP sekitar 1000 kg per kantong terbuat dari karung plastik atau kain berukuran 90x90x120 cm.
Produk akhir: setelah melewati seksi pengepakan, WP dipak ke dalam kantong yang mudah ditransportasi.
Selain dalam bentuk kemasan, WP juga didistribusikan dalam bentuk curah (bulk). WP yang disimpan dalam silo di lokasi pabrik dimuatkan langsung ke truk pengangkut tertutup (via darat) untuk dikirim ke penyimpanan di lokasi pemesan. Cara angkut seperti ini (proses, transfer, kirim) dianggap lebih efisien dan aman guna menghindari naiknya kadar air dan turunnya kualitas fisik WP. Pengangkutan WP dalam jumah besar dilakukan via laut (cargo ship) untuk keperluan ekspor jarak jauh antar negara, misalnya dari kawasan ASEAN dikirim ke Jepang, Korea Selatan dan China. Hal ini dipandang lebih murah dan mudah.
Penyimpanan Pelet Kayu
Biomassa dalam bentuk WP menjadi pilihan pengganti batubara, karena memiliki densitas energi tinggi sekaligus memberikan keuntungan eknonomi di bidang transportasi , penyimpanan dan penanganannya. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan batubara, WP banyak memberikan tantangan di bidang pembuatan, pasokan, simpan, pengangkutan, dan pembakaran. Pembakaran WP menghasilkan komposisi abu dan emisi gas yang harus diperlakukan serius, agar tidak merusak lingkungan dan kesehatan.
Salah satu tantangan penting di bidang simpan dan transpor adalah hilangnya integritas mekanik WP. Hilangnya kekuatan mekanik pelet akan menghasilkan debu WP tingkat tinggi yang pada gilirannya akan menaikkan risiko kebakaran dan ledakan, dan racun gas CO yang mengganggu kesehatan pekerja. Debu tingkat tinggi itu juga berpotensi membangkitkan panas dalam tumpukan penyimpanan oleh serangan mikroba.
Naiknya suhu simpan dan pertumbuhan jamur dalam penyimpanan WP telah diamati di beberapa pabrik. Ada 9 macam WP yang berasal dari serbuk gergaji segar dan tersimpan lama, kulit kayu, sisa-sisa tebangan kayu yang diamati perubahan kandungan airnya, nilai kalor, dan kandungan abunya. Selain itu, dimensi, densitas curah, densitas masing-masing pelet dan daya tahannya juga ditentukan. Variabel proses dijaga konstan selama peletisasi. Penyimpanan WP selama 5 bulan biasanya diletakkan dalam kantong plastik (1,3m3) dalam gudang yang tidak panas. Hasil pengamatan membuktikan bahwa penyimpanan itu ternyata memberikan efek negatif tehadap daya tahan pelet, khususnya pelet yang dibuat dari bahan serbuk gergaji segar. Pelet yang dibuat dari sisa-sisa batangan kayu segar juga ditemukan memiliki daya tahan terendah setelah penyimpanan. rata-rata panjang pelet berkurang karena pecah selama penyimpanan. Pertumbuhan jamur juga terlihat nyata pada pelet yang diamati. Uji serapan air menunjukkan bahwa higroskopik terbesar terjadi pada pelet dari bahan segar. Pada umumnya, perubahan kualitas pelet selama penyimpanan dalam kantong besar memang tidak terlalu besar tapi terlihat nyata. Kecenderungan untuk mencapai kesetimbangan kandungan air lingkungan harus diperhitungkan selama produksi jika pelet akan disimpan. Perubahan sifat-sifat kimia pelet tidak signifikan.
Degradasi mikrostruktur selama penyimpanan pelet kayu
Penggunaan WP sebagai sumber energi terbarukan meningkat akhir-akhir ini. Pada tahun 2018 saja, kebutuhan global WP untuk pemanasan dan industri sekitar 34juta ton dan akan naik hingga 69juta ton pada tahun 2025. Oleh karena itu, penyimpanan pelet terlalu lama selama transportasi dapat mengurangi sifat-sifat mereka, karena fluktuasi suhu dan kelembaban lingkungan. Percobaan penyimpanan pelet lebih dari sebulan pada suhu 40 oC dan kelembaban relatif (RH) 85% menyebabkan degradasi pelet yang signifikan. Hal itu terlihat dari porositas pelet yang lebih tinggi, pertambahan berat, penggembungan bodi inklusi dalam pelet dan adanya keretakan internal. Jumlah inklusi dan proses tumbuhnya pori di permukaan dan di dalam pelet selanjutnya memberikan efek pada konversi thermokimia. Transisi bioenergi global kemungkinan akan bergantung kepada pelet biomassa, dan studi ini menunjukkan bahwa kondisi penyimpanan adalah kritis dalam rantai pasokan guna mempertahankan kualitas pelet. Kebijakan perlu dilakukan serius guna menghindari degradasi pelet biomassa lebih awal, bila WP akan digunakan sebagai sumber bioenergi. Percobaan degradasi mikrostruktur pelet selama penyimpanan pada suhu 40 oC dan kelembaban (RH) 85% selama lebih dari 1 bulan terlihat dalam Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan bahwa semua WP segar sudah memperlihatkan kerusakan di permukaan sebelum dipapar ke kondisi simpan. Hasil-hasil menunjukkan bahwa setelah penyimpanan pada suhu 40 oC dan RH 85%, semua WP mengalami kerusakan berat di permukaan. Degradasi permukaan akibat penyimpanan dikaitkan dengan kerusakan ikatan, perluasan retakan yang sudah ada sebelumnya menjadi jaringan retakan dan de-kohesi serat. Setelah penyimpanan, area yang rusak terhadap total luas permukaan depan semua pelet (rasio luas), meningkat rata-rata sebesar 5%. Dari semua sampel, WP jenis II adalah yang paling terpengaruh di permukaannya (Gambar 4f).
Pembentukan Inklusi di permukaan dan dalam celah/retakan WP
Perubahan morfologi dan komposisi elemen pada muka pelet akibat pengaruh kondisi buatan (T = 40 oC, RH 85%) selama penyimpanan juga diuraikan. Guna menyederhanakan penjelasan, mikrostruktur pelet dirujuk sebagai “matriks padat” dan semua partikel amorf yang terlihat terang disebut “inklusi”. Inklusi terdiri atas unsur pembentuk anorganik asli dalam biomassa seperti Ca, K, Si, Mg, Al, Fe, P, Cl, Na, Mn, dan Ti. Oleh karena itu, inklusi juga mencakup mineral atau fasa baru yang terbentuk selama penyimpanan. Gambar. 5 menyajikan pencitraan pemindaian mikroskop elektron (SEM) yang dilakukan pada pelet sebelum penyimpanan (a, c, e) dan setelah satu bulan penyimpanan (b, d, f). Cara optimal untuk menjumlah inklusi pada permukaan pelet setelah penyimpanan, adalah dengan cara menganalisis gambar dari setiap gambar SEM (Gambar 5). Pada gambar SEM menggunakan detektor elektron hamburan balik, terlihat bahwa elemen dengan nomor atom lebih tinggi tampak lebih terang dibandingkan dengan nomor atom kecil.

Efek Karbonasi Hidrotermal terhadap penyimpanan Pelet Kayu
Pengaruh karbonisasi hidrotermal (KH) pada peletisasi hidroarang dan emisi aldehida / keton dari pelet selama penyimpanan diselidiki. Pelet yang terbuat dari hidroarang disimpan dalam peralatan tertutup untuk contoh sampel. Konsumsi energi selama pelletisasi dan sifat pelet sebelum / sesudah penyimpanan, meliputi dimensi, densitas, kadar air, kekerasan, jumlah / laju emisi aldehida / keton, dan jumlah asam lemak tak jenuh, dianalisis. Dibandingkan dengan pelet terbuat dari serbuk gergaji yang tidak diolah, pembuatan pelet hidroarang itu membutuhkan lebih banyak konsumsi energi, dan mencapai kualitas yang lebih baik, sehingga menghasilkan tingkat stabilitas yang lebih tinggi selama penyimpanan. Jenis dan jumlah asam lemak tak jenuh dalam pelet hidroarang lebih tinggi dibandingkan dengan pelet serbuk gergaji yang tidak diolah. Kandungan asam lemak tak jenuh dalam pelet hidroarang menurun seiring dengan peningkatan suhu KH. Jumlah dan laju emisi aldehida / keton yang lebih tinggi dengan periode emisi yang lebih lama ditemukan pada pelet-hidroarang, terkait dengan variasi struktur dan komposisi asam lemak tak jenuh dalam pelet.
Kharakteristik kekuatan, simpan, dan pembakaran biomassa lignoselulosa yang dipadatkan via torefaksi kering dan basah (Karbonisasi Hidrotermal)
Biomassa lignoselulosa berpotensi menghasilkan energi hijau bersih yang berkelanjutan dan bahan berbasis nabati lainnya. Namun, karena sifat fisikokimia yang lebih rendah dibandingkan dengan batubara, biomassa tidak dianggap sebagai bahan baku yang ideal untuk aplikasi industri. Studi ini mengevaluasi kelayakan dua pra-perlakuan termal yang berbeda, yaitu proses torefaksi kering dan torefaksi basah atau disebut pula proses karbonisasi hidrotermal (KH). Torefaksi kering yang dikenal pula sebagai torefaksi atau pirolisis ringan, adalah biomassa padat kering dipirolisis dalam gas inert pada suhu 200-300 oC selama lebih dari 1 jam. Sementara, torefaksi basah, biomassa direndam dalam air (1:6-12), dipanaskan sekitar 190-260 oC, pada tekanan 1-5 MPa selama 5-30 menit dalam atmosfir inert; produk akhir berupa 3 fasa, yaitu padat/hidroarang, cair, dan gas terutama CO2), yang diikuti oleh densifikasi (pemadatan). Sampel yang dipadatkan dan diberi pra-perlakuan dicontohkan menggunakan bahan baku miscanthus, yang selanjutnya dikarakterisasi dari sisi kekuatan, penyimpanan, dan pembakaran untuk aplikasi energi.
Miscanthus (giganteus) (MG) adalah rumput raksasa (tanaman bioenergi) dengan masa panen pendek (4 bulan saat pertama panen), panen tiap 2 bulan untuk masa panen berikutnya. Tinggi rumput MG dapat mencapai 8-12 kaki (2,4-3,7 m) dengan usia produktif mencapai 6-8 tahun. MG adalah hibrida Miscanthus sinensis dan Miscanthus Sacchariflorus, rumput perenial (tahan lama) mirip batang bambu. MG memiliki kandungan energi 18 GJ/ton kering. Di UK (Inggris), MG menghasilkan 11-14 ton basah (pada musim dingin), yang menghasilkan energi 200-250 GJ per Ha per tahun. Bila penanaman disertai irigasi yang tepat dan di musim gugur, maka produk per Ha per tahun bisa 25-30 ton (Eropa Selatan), 36 ton di Portugal, 34-38 ton di Italia, 38-44 ton di Yunani, 25-37 ton di AS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua pra-perlakuan termal (torefaksi kering dan basah) merupakan metode yang menjanjikan untuk meningkatkan pemanfaatan biomassa. Namun, pelet hasil proses KH (torefaksi basah) menunjukkan sifat fisikokimia yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan pelet mentah dan pelet torefaksi kering. Massa jenis (massa per satuan volum) dan densitas energi volumetrik (HHV per satuan volum) pelet yang diproduksi via KH pada suhu 260 °C secara signifikan lebih tinggi (1036 kg/m3, 26,9 GJ/m3) dibandingkan dengan pelet mentah (834 kg/m3, 15,7 GJ/m3) dan pelet torefaksi kering (820 kg/m3, 16,7 GJ/m3). Selain itu, pelet KH menunjukkan peningkatan hidrofobisitas, penurunan kadar abu, penurunan kadar logam alkali, alkali tanah dan khlorin, dan peningkatan kadar karbon yang cukup besar. Berdasarkan hasil ini, pelet via Proses KH menjadi pilihan menarik dan berpotensi untuk dimanfaatkan panas dan dayanya, termasuk menggantikan batubara di PLTU batubara yang ada tanpa modifikasi yang berarti.

Pengembangan MG sebagai bioenergi (pelet) di Indonesia
Miscanthus fuscus juga cepat tumbuh di Indonesia yang dikenal sebagai rumput gajah. Tanaman seperti bambu ini tumbuh hingga 3 m dengan kadar biomassa yang tinggi, dan kadar abu rendah yang cocok digunakan sebagai pakan ternak dan bahan bakar pembangkit listrik. Satu ton miscanthus mucus dapat menghasilkan panas 4MWh. Satu ton miscanthus dapat menghasilkan listrik setara dengan 0,7 ton batubara (karbon netral, kurangi emisi CO2 sekitar 2 ton). Rumput Gajah ini sumber energi terbarukan (berkelanjutan), dan dapat dijadikan bahan bakar co-firing di PLTU batubara yang beroperasi, bioarang, kompos, bioethanol, BBM (diesel) untuk kendaraan, bahan baku pulp, karton, biokomposit, dll. Densitas pelet miscanthus sekitar 600 kg/m3.
CV Prima Indoargo Fortuna meneken MoU dengan UNS (FMIPA) (2 April 2014) untuk melakukan budidaya tanaman micanthus gigantheus (MG) di daerah Surakarta dan sekitarnya. MG dapat dipanen untuk digunakan sebagai BB untuk produksi listrik dan panas dalam bentuk pelet atau briket, dan produk lain misalnya bioetanol.
Rumput miscanthus atau rumput abadi mudah dan cepat tumbuh, di berbagai iklim, geografi, jenis tanah (lahan marginal). Ia dapat menghasilkan lebih banyak biomassa per hektar dengan sedikit pupuk atau pestisida. Selain itu, ia dapat memberikan penghasilan baru dan sebagai profit center bagi petani dan pemilik tanah, membantu meningkatkan produksi bahan bakar biomassa dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Keuntungan lain rumput misccanthus adalah ia bukan tanaman pangan, sehingga tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan manusia. Fluktuasi harga tidak pernah tinggi. Banyak lahan kurang produktif di Indonesia yang dapat ditanami rumput gajah sebagai sumber BB masa depan yang murah dan ramah linkungan.
Biomassa Rumput Gajah mengandung khlorin cukup tinggi yang akan menghasilkan korosi di boiler selama pembakaran. Khlorin dalam bentuk KCl mengembun pada permukaan dalam boiler sebagai lapisan deposit yang korosif, sekaligus mengurangi transfer panas. Khlorin dan kalium punya titik leleh abu lebih rendah dari batubara. Lelehan abu berupa kerak (slag) atau clinker melekat di dasar boiler, sehingga menaikkan biaya perawatannya.
Guna memenuhi persyaratan kualitas pembakaran, micanthus biasanya secara konvensional ditanam di akhir musim dingin/awal musim semi guna menurunkan kadar nitrogen, khlorin, dan abu. Hal itu dapat mengatasi masalah slagging / kerak, fouling/kotor dan korosi, meski produk keringnya menurun dibanding ditanam pada awal musim gugur. Peneliti lain melakukan percobaan bahwa MG dipanen secara panen konvensional (setelah tua) dan panen dini (masih hijau) dan dikenai proses KH pada suhu 200 oC dan 250 oC. Proses KH pada suhu 200 oC memperbaiki mampu-gilingnya, tapi kepadatan energinya terbatas. Sementara, pada suhu 250 oC kepadatan energinya menaik dengan HHV sekitar 27-28 MJ/kg (6.449-6.688 kcal/kg) untuk panen dini dan 25-26 MJ/kg (5.971-6,210 kcal/kg) untuk panen konvensional. HGI (Hardgrove Grindability Index) naik dari 0 ke 150. Pada suhu proses KH lebih tinggi, profil pembakaran bioarang mirip profil pembakaran batubara. Kandungan logam alkali menurun signifikan, suhu pembakaran yang aman menaik, dan cenderung menurunkan sifat kerak, kotor dan korosi. Hasil-hasil menunjukkan bahwa proses KH terhadap panen miscanthus secara konvensional dan panen dini dapat meningkatkan kalori tanpa menimbulkan efek buruk pada hasil dan kualitas bio-batubara. Tantangan yang terkait dengan panen dini miscanthus tampaknya sebagian besar telah diatasi oleh proses KH yang menghasilkan peningkatan hasil hingga 40% per hektar, karena penurunan lolosnya bahan kering.
Pemungutan khlorin dan unsur anorganik untuk membersihkan produk BB
Percobaan memperoleh BB padat bersih dari limbah mengandung khlorin dilakukan melalui proses co-KH. Dalam percobaan tersebut, serbuk gergaji kayu pinus dan PVC dicampur sebagai bahan baku. Parameter yang diperiksa adalah suhu hidrotermal, waktu tinggal dan ukuran partikel serbuk gergaji (UP) terhadap efisiensi dekhlorinasi (ED), efisiensi pungut zat anorganik (EP), dan HHV (nilai kalor tertinggi) hidroarang. Proses co-KH dilakukan dengan mencampurkan PVC (polivinil khlorida) dan serbuk gergaji dengan rasio massa 1:9. Untuk ED, faktor paling utama adalah suhu hidrotermal, diikuti dengan waktu tinggal dan UP (ukuran partikel serbuk gergaji). ED dapat mencapai sekitar 84% dengan proses co-KH pada suhu 260 °C selama 120 menit. UP memiliki efek nyata pada ED, karena transfer panas dan transfer massa. ED menurun dari 79.17% ke 71.12% ketika UP menaik dari 0,22–0,49 ke 0,6–0,9 mm. EP zat anorganik dari serbuk gergaji dipromosikan secara signifikan, karena tambahan PVC menaikkan keasaman sistem reaksi, terlepas dari parameter operasi yang diteliti. Kenaikan suhu kondusif untuk pemungutan K dan Na. EP maksimal pada Al, Ca, dan Mg masing-masing menaik secara nyata dari 49,39%, 49,19% dan 41,86 hingga 97,61% (Da-260-30), 98,59% (Da-260-90) dan 97,66% (Dc-260-30). Sementara, EP maksimal pada Fe, K dan Na masing-masing menaik dari 49,79%, 50,80% dan 47,44% hingga 92,82% (Da-220-30), 92,32% (Dc-260-30) dan 87,43% (Dc-260-30). Kandungan oksigen pada grup fungsional menurun dengan naiknya suhu KH (220–260 °C), waktu tinggal (30–90 menit) dan ukuran partikel (0,22–0,49 ke 0,6–0,9 mm), yang melemahkan kemampuan serapan hidroarang terhadap zat anorganik. Tambahan PVC dan dan kenaikan suhu tidak kondusif terhadap pembentukan pori hidroarang. Akan tetapi, tambahan waktu tinggal dan pertumbuhan ukuran partikel dapat menaikkan porositas hidroarang. Hidroarang dengan kandungan khlorin dan zat organik rendah dan perbaikan nilai kalor lebih tinggi (HHV) antara 24–30 MJ/kg adalah mirip dengan batubara jenis bituminous, yang dapat digunakan sebagai bioBB padat bersih. Produk energi tinggi sekitar 74–81% dicapai dengan proses co-KH. Hal ini menunjukkan bahwa proses co-KH terhadap biomassa yang mengandung khlorin layak untuk memproduksi bioBB bersih, karena khlorin dan zat anorganik dapat dipungut secara efektif dengan efek sinergitik positif. Percobaan ini menjadi titik awal pengembangan WtE dan teknologi peningkatan kualitas biomassa.
Bila pembaca tertarik dengan mesin pendinginan, mesin pengepakan, dan penyimpanan WP buatan Taichang, silahkan hubungi perwakilan berikut :
Tiongkok: [email protected], Jack WA/HP : +86 156 0541 6072 Indonesia: [email protected], Fathur WA/HP : +62 812 1088 1386;
Comments