Pemasaran Pelet Kayu (WP) Indonesia (DN/LN)
Pendahuluan Indonesi…
Pendahuluan
Indonesia telah meratifikasi Protokol Paris untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sedemikian rupa, sehingga memaksa Indonesia untuk segera mengurangi penggunaan BB fosil di semua industri yang memproduksi gas CO2 (transportasi, mesin produksi, energi, dll), bahkan bila mungkin, mengganti pemanfaatan teknologi yang tidak menghasilkan gas CO2. Di bidang energi, upaya itu berupa 1) penutupan PLTU (Pembangkit ListrikTenaga Uap) batubara tua; 2) penggantian BB (Bahan Bakar) PLTU yang masih aktif dari batubara menjadi WP (pelet kayu) secara bertahap, dan 3) mengganti rencana pembangunan PLTU batubara yang akan datang dengan teknologi PLT Biomassa. Sehubungan dengan itu, PLN telah melaksanakan butir 2 dan sukses melakukan percobaan co-firing pencampuran batubara dengan 5% WP (serbuk gergaji, kayu chips) dan 1% serabut sampah, dan di masa datang akan meningkatkan komposisi biomassa hingga 40%. Oleh karena itu, industri WP di Indonesia perlu dikembangkan guna memenuhi permintaan WP baik di DN (Dalam Negeri) maupun LN (Luar Negeri) yang diperkirakan akan terus meningkat di masa depan.
Pasar utama WP adalah Uni Eropa, Amerika Utara, Jepang, dan Korsel. Di Eropa, negara Uni Eropa adalah produsen sekaligus konsumen. Tahun 2021 Eropa memproduksi 25 juta ton WP dan produksi itu terus tumbuh 5% per tahun. Sementara, permintaan WP di Eropa antara tahun 2021-2026 diperkirakan akan naik 30-40%. Tahun 2018, konsumsi WP Eropa sudah mencapai 27,35 juta ton, lalu tahun 2019 naik menjadi 30 juta ton, sehingga di tahun-tahun mendatang Eropa terpaksa akan mengimpor WP dari negara lain lebih dari 12 juta ton per tahun. Kondisi ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para pengusaha Indonesia dengan cara membangun pabrik WP baru yang dilengkapi oleh fasilitas hidrotermalnya, agar dapat mengekspor produk WP yang memenuhi spesifikasi konsumen Eropa (nilai kalor, pengotor logam, S, Cl, abu, dll). Konsumsi WP untuk pemanasan di dunia dapat dilihat dalam Gambar 1.
Gambar 1. Konsumsi WP dunia (tahun 2019).
Produsen utama WP dunia tahun 2018 (laporan Jan 2021) adalah Tiongkok dengan memproduksi WP sekitar 20,25 juta ton, sedangkan produsen WP kedua adalah AS sekitar 8,2 juta ton. Sementara, produsen WP terbesar di Asia Tenggara adalah Vietnam yang tercatat sekitar 2,56 juta ton.
Pada April 2021, produksi WP di Indonesia tercatat oleh data Internasional hanya 100.000 ton/tahun. Produksi itu perlu ditingkatkan, karena potensi WP Indonesia di masa datang sebenarnya amat cerah bahkan idealnya dapat mengungguli produksi WP Vietnam untuk kebutuhan domestik dan global. Hal itu dapat dibuktikan bahwa 1) luas hutan tanam (HTI = Hutan Tanaman Industri), perkebunan, dan pertanian lebih luas; 2) sumber hayati bahan baku WP lebih beragam; 3) limbah industri hasil hutan (limbah plywood, veneer, batang, ranting, daun, dll), pertanian (jerami, sekam padi, tongkol jagung, kedelai, sorgum, rumput gajah, dll), perkebunan (kayu gamal, kaliandra merah, serat sawit, cangkang sawit, TKKS, pohon sawit, pohon/batang /ranting karet, dll), limbah furnitur, limbah industri kertas, limbah industri gula (bagas tebu, bagas sorgum, bit), dll amat melimpah di Indonesia.
Contoh kecil keunggulan Indonesia dalam produksi WP di Asia Tenggara dapat dilihat dari salah satu upaya perancangan penanaman sorgum di lahan marginal yang kurang dimanfaatkan di Pulau Flores seluas 100.000 Ha. Bila 1 Ha diasumsi dapat memproduksi 5 ton sorgum basah per Ha per tahun, dan bagas sorgum kering dianggap 75%, maka pelet sorgum yang diperoleh sekitar 0.75 x 5 x 100.000 = 0,375 juta ton per tahun. Perhitungan di atas hanya untuk 25% dari lahan marginal di Flores yang luas totalnya sekitar 400.000 Ha (termasuk beberapa kontur curam dan landai). Oleh karena itu, bila produksi WP sorgum yang ditanam di lahan 400.000 Ha, maka Flores akan menghasilkan 0,375 x 4 = 1,5 juta ton/tahun. Produk sebesar itu mendekati produksi WP di Vietnam. Akan tetapi, bila pengusaha Indonesia tertarik untuk memproduksi WP dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati yang ada, maka WP Indonesia akan bertambah dari biomassa lainnya (Gamal, Kaliandra Merah, serbuk gergaji, limbah kayu, kelapa sawit, karet, sengon, dll) yang amat melimpah di Indonesia, sehingga optimis akan mengungguli Vietnam.
Pasar Luar Negeri
Pasar Korsel
Pelaku usaha industri kehutanan seyogyanya mulai melirik bisnis HTI untuk pembuatan WP (pelet kayu). Pasar WP terlihat menjanjikan akibat adanya peningkatan kebutuhan dunia akan energi terbarukan. Hal itu terlihat dari permintaan yang terus meningkat dari Korsel.
Korsel akan mengimpor sekitar 3 juta ton tahun 2021, yang jumlah ini tetap seperti tahun 2020. Hal itu disebabkan kurangnya kontainer dalam era pandemik covid-19, akibat banyaknya kontainer yang dipakai untuk pasokan medis antar negara. Korsel mengimpor WP dari Vietnam dengan harga fob $97,5/ton (Jan 2021), dan harga cnf Gwangyang $116,06/ton dengan spread pada $18,56/ton yang hampir 5 kali lebih baik dibanding spread bulan Nov 2020 ($3,94/ton). WP itu akan dipakai di PLTBm Dangjin-2 (105MW), dan PLTBm baru Daesan (109 MW) yang kargo WP pertamanya berasal dari Pinnacle, Kanada via kontrak jangka panjang.
Beberapa perusahaan anggota APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia) sudah bergerak di industri biomassa ini, seperti Perhutani di lahan seluas 20.000 Ha dari total target 122.000 Ha yang direncanakan dengan perkiraan produksi mencapai 52.000 ton/tahun. Bahkan sudah ada yang mengekspor WP ke Korea yaitu PT MCP (Mitra Cipta Permata) pada bulan Juli 2019 lalu sebesar 34 ton.
Industri WP milik MCP yang berada di Provinsi Gorontalo didukung bahan baku HTI dengan jenis tanaman Jabon, Sengon dan Kaliandra merah serta limbah industri plywood dengan areal konsesi yang ditanami sudah mencapai 15.000 Ha.
Dengan kapasitas industri WP sebesar 36.000 ton/tahun atau 3.000 ton/bulan, menjadi tantangan kebutuhan dari serbuk kayu dan limbah pengolahan kayu. Kapasitas industri perlu diimbangi dengan keberhasilan penanaman HTI, agar tidak terjadi gap antara kapasitas terpasang dengan kemampuan pasokan bahan baku yang bersertifikat.
Penggunaan energi di Korsel saat ini didominasi oleh gas sebanyak 50%, diikuti oleh batubara 30% dan nuklir 20%. Korsel telah mengeluarkan kebijakan mulai tahun 2025 untuk tidak memperpanjang ijin usaha PLTU batubara sampai dengan tahun 2035, dengan harapan WP secara perlahan akan menggantikan 30% penggunaan batubara di Korsel.
Pasar Jepang
Pemerintah Jepang saat ini mengimpor cangkang sawit (palm kernel shell) dan WP yang memenuhi standar dan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah Jepang. Target bauran energi tahun 2030 dalam memproduksi listrik pemerintah Jepang disumbang sekitar 3,7-4,6% dari PLTBm (biomassa).
Pemerintah Jepang menerapkan kebijakan FIT (Feed in Tariff System) yang telah dimulai pada Juli 2012. Kebijakan itu menggunakan struktur insentif untuk menciptakan siklus investasi, inovasi, dan pengurangan biaya produksi. Ekspor cangkang sawit dan WP RI ke Jepang rerata 40%/tahun. Tahun 2019 telah mengimpor 2,5juta ton cangkang sawit dunia, 85% di antaranya berasal dari Indonesia. Tahun 2020 Jepang mengimpor cangkang sawit sekitar 2,24 juta ton. Gambar 2 menunjukkan contoh cangkang sawit Bangka Belitung yang diekspor ke Jepang.
Jepang juga mengimpor WP 2,03juta ton pada tahun 2020, naik 25% dari tahun 2019. WP impor itu berasal dari Vietnam 1,17juta ton (tahun 2020), naik 32% dari tahun lalu. Impor itu sekitar 58% dari impor totalnya. Negara lain yang mengekspor WP ke Jepang (2020): Kanada 593ribu ton. Malaysia 160ribu ton, Australia 51ribu ton, Rusia 17ribu ton, Indonesia 14ribu ton, New Zealand 11ribu ton.
Gambar 2. Contoh Cangkang sawit Babel.
Jauhnya jarak pengiriman ke Korsel dan Jepang akan menyebabkan kualitas WP yang higroskopik menurun disertai degradasi WP secara biologis. Oleh karena itu, diperlukan teknologi torefaksi basah (Karbonisasi Hidrotermal) untuk membuat WP yang cinta air menjadi WP benci air, sekaligus menurunkan pengotor WP sesuai spesifikasi WP ekspor. Hal itu diperlukan kerjasama untuk membiayai penerapan teknologi itu antara Indonesia dan negara tujuan ekspor, agar kualitas WP sesuai dengan keinginan konsumen.
Pasar Dalam Negeri
BB batubara yng digunakan di PLTU aktif harus segera diganti dengan BB biomassa pada tahun 2030 guna menurunkan emisi gas rumah kaca serendah mungkin. Oleh karena itu, penyiapan biomassa (pelet kayu, serbuk kayu, serbuk gergaji, kayu serpih/wood chip, cangkang sawit, TKKS, serabut sampah) sebagai BB PLTU harus sudah dimulai sejak dini.
Manajemen PLN mengidentifikasi ada tiga rangkaian inisiatif untuk mengejar target, yaitu:
- Implementasi RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan) (3,5 GW pada tahun 2024, dan 7,1 GW tahun 2025) dengan membangun PLTBm baru.
- Meluncurkan green booster, dengan cara co-firing (campuran batubara dengan biomassa dalam bentuk serbuk kayu, serabut sampah, dll) mengurangi penggunaan pembangkit listrik berbasis BB fosil menjadi pembangkit listrik berbasis EBT (Energi Baru Terbarukan). Selain itu, melakukan dedieselisasi, yaitu pengalihan penggunaan BB minyak ke sumber EBT.
- Membangun EBT skala besar yang setara 19,9 GW hingga tahun 2025 (bauran EBT mencapai 23%). Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan tidur bekas tambang, misalnya untuk pengembangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), memanfaatkan waduk / bendungan menjadi multiguna yang semula digunakan untuk irigasi juga dimafaatkan untuk pembangkit listrik. Selain itu, sebagian luasan waduk / bendungan dapat digunakan PLTS terapung, misalnya PLTS Cirata, Jawa Barat, guna menghindari biaya pembebasan tanah. Pilihan teknologi itu sebagai upaya penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) (yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim) serta penurunan jumlah polutan seperti SO2, NOx, bahan partikulat, dan merkuri (yang berdampak kepada kesehatan manusia).
Di sisi lain, Pemasaran WP dalam negeri mulai menggeliat. Sejak kurun waktu 2-3 tahun terakhir, industri dalam negeri seperti industri pengeringan (via burner WP) produk pertanian seperti teh / jagung / tembakau, kopi, dll, industri tahu / tempe, industri makanan / kuliner mulai menggantikan BB gas (LPG, solar, dll) ke WP, meski jumlahnya masih rendah, bila dibandingkan dengan pemakaian limbah cangkang sawit (5 tahun terakhir). Di lain fihak, kelangkaan LPG di pasaran mendorong ibu-ibu rumah tangga melirik WP (dan kompor WP) yang merupakan prioritas utama pabrik WP untuk menempatkan produknya mendekati konsumen seperti di pasar tradisional, kelontong, dan toko grosir / eceran, dll.
Budi Daya Tanaman untuk Produksi Pelet Kayu
Lahan marginal di Indonesia memiliki mutu rendah, mudah rusak kelestariannya kalau tidak dikelola dengan tepat. Ciri-ciri utamanya adalah kurang subur, erositas tinggi, sering mengalami kekeringan atau kebanjiran, topografi yang miring, kandungan unsur hara dan bahan organik yang rendah, pH terlalu rendah atau terlalu tinggi, akumulasi unsur logam yang bersifat racun bagi tanaman (misalnya bekas tambang). Lahan marginal berupa lahan basah yang berupa lahan gambut, lahan sulfat masam, rawa pasang surut seluas 24 juta Ha, dan lahan kering yang berupa tanah ultisol 47,5 Ha (agregat kurang stabil, kurang permeabilitas, miskin hara makro P, K, Ca, Mg, kandungan bahan organik rendah, berlempung, pH rerata 4,2-4,8), dan oxisol 18 juta Ha (tanah pelapukan solum yang dalam, tekstur liat seperti pasir, kesuburan rendah, kandungan oksida besi dan Al tinggi, kadar Ca, Mg, P tinggi, tanah masam, unsur hara rendah untuk tanaman, perlu gamping, Zn, S, dan kompos). Biasanya lahan marginal ultisol dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, lada, HTI, dan hanya sebagian kecil untuk tanaman pangan (dengan tambahan bioarang dari limbah kayu, tempurung kelapa, sekam, dll). Sementara, lahan oxisol dimanfaatkan untuk lahan pertanian sub-sistem, perkebunan intensif, seperti kopi, tebu, pisang, dsb.
Gamal & Kaliandar Merah
Perum Perhutani (BUMN) mengembangkan produksi pelet kayu tanaman Gamal dan Kaliandra Merah (KM) sebagai bahan baku pembangkit listrik energi biomassa dengan dana sekitar Rp.800M (biaya bibit, tanam, dan panen). Tanaman itu di areal kerja Perhutani seluas 122.882 Ha di Semarang (Jateng) yang ditanam selama 5 tahun ke depan. Tahun pertama seluas 20.000 Ha yang memproduksi 52.000 ton/tahun, sedangkan untuk 122.882 Ha akan panen sekitar 3,05 juta ton/tahun, dan WP yang diperoleh sekitar 2,03 juta ton/tahun. Selain itu, pabrik WP di Semarang diperkirakan menelan dana sekitar Rp.50M dengan kapasitas 100.000 ton/tahun yang beroperasi tahun 2021. Guna meningkatkan kapasitas WP, maka kerjasama dengan sejumlah investor untuk pembangunan pabrik WP baru dengan kapasitas 70.000 ton/tahun telah dijajaki. Salah satu potensi pasar untuk produksi itu adalah Korsel dengan memanfaatkan insentif pengurangan pajak, karena menggunakan energi terbarukan dari biomassa. Selain itu pasar Jepang akan dipenuhi, karena telah meminta sekitar 1,2juta ton WP per tahun.
Sekam Padi, Serbuk Kayu, Pelet Sampah
Contoh penggunaan sekam padi dan serbuk kayu dalam proses co-firing dilakukan di PLTU Jeranjang, di Dusun Jeranjang, Desa Taman Ayu, Kec. Gerung, Kab. Lombok Barat, NTB melalui anak usahanya PT Indonesia Power (lihat Gambar 3).
Gambar 3. Sekam padi & Serbuk Kayu, bahan co-firing PLTU Jeranjang.
Sekam padi / kulit padi dan serbuk kayu digunakan dalam proses co-firing di PLTU Jeranjang. Sekam diambil dari salah satu pabrik penggilingan padi yang berada di Kediri, Lombok Barat. Dari 50 ton gabah yang digiling menghasilkan 20 ton sekam. Serbuk kayu itu berasal dari penggergajian kayu yang berada di beberapa lokasi di Desa Suranadi, Kecamatan Narmada, kemudian dikeringkan, lalu dikirim ke PLTU Jeranjang. Jumlah sekam padi dan serbuk kayu sekitar 3% dari batubara per unit PLTU (15 ton/hari) atau 30 ton/hari untuk 2 unit PLTU yang beroperasi. Penggunaanya pun juga dapat dimanfaatkan secara bersamaan dalam proses co-firing, antara pelet sampah (dari TPA Kebun Kongok via JOSS), sekam dan serbuk kayu, selama tidak melebihi 15 ton/hari/unit.
Kayu Serpih (Lamtoro) (Wood Chip)
PLTU Anggrek (2×25 MW) berBB batubara (1100 ton/hari) di Desa Ilangata, kec. Anggrek, Kab. Gorontalo Utara, Prov. Gorontalo, menggunakan substitusi kayu serpih (lamtoro) 5% dalam uji-coba co-firing.
Cangkang Sawit dan Serabut Sampah
PLTU Tenayan (2×110 MW) berBB (batubara 3840 ton/hari, nilai kalor 3.800-4.700 kcal/kg) di Kel. Sail, Kec. Tanayan Raya, Kota Pekanbaru (Prov. Riau) menggunakan 2 jenis biomassa berupa cangkang sawit (Jan 2020) dan selanjutnya diganti serabut sampah 1% (dari TPA Muara Fajar) dalam uji-coba co-firing yang ternyata lebih efisien daripada cangkang sawit.
Gambar 4. PLTU Anggrek (lamtoro) dan PLTU Tenayan (serabut sampah).
Sorgum
Tanaman sorgum memiliki jenis sumber cahaya energi fotosintetis CB4B, tanaman yang mengonsumsi sedikit air, efisien dalam penggunaan cahaya matahari, dan efisien dalam penggunaan hara. Sebagai tanaman jenis C4, sorgum punya anatomi daun spesifik, yaitu kloropas pada lapisan mesofil, yang efisien dalam proses fotosintesis. Di negara maju, budidayanya dapat mencapai >4 ton/Ha, sedangkan di Indonesia (nasional) produksi sorgum berkisar 2-5 ton/Ha; Aceh 8-9 ton/Ha; Lamongan 6,5 ton/Ha; Flores, NTT (lokal 2-3 ton/Ha), dengan teknologi agroekosistem 7 ton/Ha. Oleh karena itu, produksi sorgum basah di Indonesia diasumsi sekitar 5 ton/Ha. Sorgum varietas Numbu dapat dilihat dalam Gambar 5.
Gambar 5. Contoh Sorgum varietas Numbu.
Tumbuhan sorgum banyak manfaatnya. Batangnya diperas seperti tebu yang niranya diproses menjadi gula/sirup atau difermentasi lanjut selama 3-5 hari menjadi bioetanol. Daunnya berfungsi sebagai pakan ternak. Bijinya dapat digunakan sebagai pengganti beras/mie dengan kadar gizi lebih unggul dibandingkan dengan beras, bahkan cocok dimakan oleh penderita diabetes. Kadar tanin dalam tepung sorgum dapat diturunkan hingga 78% dengan cara disosoh dan direndam larutan sodium karbonat. Proses penyosohan lapisan kulit luar sorgum itu berguna untuk membuang lapisan tanin yang rasanya sepat.
Biji itu juga dapat dijadikan tepung susu sorgum. Serat pangan sorgum dapat mencegah sakit jantung, obesitas, hipertensi, menjaga kadar gula darah, mencegah kanker usus. Senyawa fenoliknya memiliki aktivitas anti oksidan, anti tumor, hambat perkembangan virus, sehingga berguna untuk penderita kanker, jantung, dan HIV. Kadar gluten dan IG (Indeks Glikemik)-nya yang rendah, sesuai untuk diet gizi khusus. Oleh karena itu, sorgum dianggap tumbuhan multi-fungsi dan tidak meninggalkan limbah. Produksi biji sorgum terbesar dunia adalah AS (9 juta ton/tahun, 2,5 juta ton dijadikan bioetanol) dengan luas tanam 2,2juta Ha di lahan kering Kansas dan Texas, diikuti oleh Nigeria (6 juta/ton).
Seperti semua pelet yang terbuat dari tanaman/biomassa, Pelet sorgum juga dipandang memiliki karbon-netral sehingga emisi gas CO2 bersih yang dilepas melalui pembakaran di PLTU itu dianggap nol. Oleh karena itu, bagas sorgum sisa perasan dapat digunakan sebagai BB langsung atau diubah dulu menjadi WP atau diproses-lanjut via torefaksi basah / Karbonisasi Hidrotermal menjadi serbuk dengan spesifikasi mendekati batubara (biobatubara) dengan pengotor logam, ion S, ion klhor, ion P, dll yang rendah. Sorgum mengandung logam alkali tinggi seperti Na, dan K dan ion khlor dengan titik leleh rendah yang memicu pembentukan deposit alkali khlorida yang korosif, dan lengket seperti lem, sehingga sulit dibersihkan. Proses torefaksi basah, mendorong semua pengotor itu masuk ke fase cair yang pada gilirannya menjadi bahan pupuk.
Indonesia memiliki daerah marginal yang sesuai untuk pengembangan Sorgum. Sorgum ditemukan di Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri); DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) (Gunung Kidul dan Kulon Progo); Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo). Di kawasan Timur, sorgum banyak tumbuh di sebagian NTB (Nusa Tenggara Barat) dan NTT (Nusa Tenggara Timur).
Pada tahun 2021, lahan marginal di NTT dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi NTT seluas 3.200 Ha untuk penanaman sorgum. Pengembangan itu dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi (beras sorgum) , tetapi batang dan daun juga dapat digunakan untuk kebutuhan bahan pakan ternak. dan bagas sorgum (sorgum segar yang telah diambil niranya) juga dapat dijadikan BB PLT Biomassa. Sementara, niranya dapat diubah menjadi bioetanol. Selanjutnya, lahan tersebut masih dapat dikembangkan hingga 50.000 Ha pada tahun 2022.
Selain itu, ada studi dari perusahaan untuk menanam sorgum di areal gersang / marginal atau sedikit menerima curah hujan. Areal terpilih itu berada di pulau Flores, NTT. Flores ditutupi hutan hanya 9,6% dari areal lahan yang ada, memiliki lahan marginal 400.000 Ha yang tidak dimanfaatkan dan hampir seluruhnya ditutup padang rumput savana yang beberapa arealnya sangat curam. Curah hujan rendah < 1,000 mm per tahun dan kondisi kedalaman tanah < 50cm. Iklim ini merekomendasikan budidaya tanaman yang dapat beradaptasi, salah satunya sorgum. Sorgum dapat tumbuh di lereng kering yang tidak mungkin ditanami padi.
Produksi WP dari Sorgum
Sorgum adalah sumber energi alternatif yang menawarkan cara cepat untuk mendapatkan biomassa sekaligus produksi WP. BIla dibandingkan dengan sumber energi seperti tebu dan eucalyptus yang masing-masing membutuhkan waktu selama 2 tahun dan 8 tahun sejak dari pemotongan (panen) hingga pembakarannya, maka sorgum hanya perlu waktu sekitar 4 bulan.
Kesulitan penanganan, transportasi, pemilahan dan penggunaan biomassa dalam bentuk aslinya seperti kadar air tinggi, ukuran dan bentuk yang tidak beraturan, dan densitas rendah telah diketahui. Oleh karena itu, diperlukan teknologi densifikasi yang tergantung kepada suhu dan tekanan tinggi, dan kompaksi guna menaikkan densitasnya sekaligus menyeragamkan ukuran dan bentuknya untuk memproduksinya dalam bentuk pelet dan briket. Hal itu akan menurunkan volumnya sekaligus menurunkan biaya transportasi, memfasilitasi penggunaan akhirnya, dan menaikkan kuantitas energi per unit volum.
Analisis kimia pelet sorgum adalah (% berat): kadar air 3,64; kadar abu 7,28; zat volatil 70,9; karbon tetap 18,18; sulfur total 0,09; Khlor 0,04; nilai kalor kotor 4156 kcal/kg.
Contoh pabrik WP dari Sorgum
Rancangan lokasi penanaman sorgum dan pabrik WP di daerah datar di pulau Flores terlihat dalam Gambar 6 dengan penjelasan bahwa, Hijau: lokasi tanaman sorgum; Hitam: 4 lokasi pabrik WP; Merah: Pelabuhan Marapokot.
Gambar 6. Desain Lokasi Pabrik WP dan Penanaman Sorgum.
Produksi WP dari satu unit mesin pelet berkapasitas 3 ton/jam
Bila setiap pabrik dianggap menggunakan 4 unit mesin pelet dengan kapasitas 3 ton/jam per unit dengan bahan baku bagas sorgum kering, maka 4 pabrik di Pulau Flores tersebut akan memproduksi 4 x (4×3) x 8000 = 384.000 ton/tahun atau 0,384 juta ton WP/tahun.
Kebutuhan sorgum basah
Sorgum basah mengandung nira 22%. Bila selama proses produksi, dianggap terjadi loss sekitar 3 %berat, maka berat bagas sorgum kering (100-22-3)% = 75%. Dengan demikian, pabrik tersebut akan membutuhkan sorgum basah sekitar 384.000/0,75 = 512.000 ton/tahun.
Kebutuhan Lahan
Bila produksi sorgum 5 ton per Ha per tahun, maka kebutuhan lahan untuk memproduksi 512.000 ton/tahun sekitar 512.000/5 = 102,400 Ha.
Panen sorgum per hari
Bila setahun dianggap 333 hari, maka pohon sorgum yang harus ditebang (dipanen) hanya sekitar 102.400 / 333 = 307,5 Ha per hari. Setelah dipanen, tanah bekas tebangan harus segera ditanam kembali dengan bibit baru hingga siap dipanen 4 bulan kemudian. Manajemen penebangan ini harus diatur dengan baik agar setiap hari ada bagas sorgum yang akan dipakai untuk membuat WP. Produksi WP per hari kira-kira 4 x (4×3) x 24 = 1,152 ton.
Q: Berapa ton WP untuk menghasilkan PLTBm 1 MW?
Nilai kalor bagas sorgum (HHV): (15,67-16,99) (+/- 0,26) MJ/kg (3.745-4061)(+/-62) kcal/kg). Literatur lainnya menyebutkan bahwa nilai kalor kotor pelet sorgum adalah 4.156 kcal/kg.
Sebagai referensi, satu ton pelet kayu (kaliandra merah, dengan nilai kalor 4.600kcal/kg) menghasilkan listrik 1,441MWh. PLTU 1 MW menghasilkan 24MWh yang berarti memerlukan 24/1,441 ton = 17 ton/hari.
Bila kandungan energi WP sorgum rerata 4.000 kcal/kg, maka PLTBm 1 MW membutuhkan WP sorgum = 17 x (4.600/4.000) ton = 19,55 ton/hari (6.510 ton/tahun).
Q: berapa MW listrik yang dihasilkan dari 384.000 ton WP sorgum/tahun?
Dari perhitungan di atas, berat 6510 ton WP/tahun menghasilkan listrik 1 MW, maka 384.000 ton WP/tahun akan menghasilkan listrik 384.000/6510 = 59 MW.
Model mesin pelet kayu buatan Taichang yang memenuhi itu adalah LKJ850, daya 185 kW (220V), kapasitas 2,5-3,5 ton/jam, berat 14,5 ton, ukuran 3,3×1,4×3,1m. Sementara, daya listrik yang diperlukan untuk 4 pabrik dengan satu pabrik berisi 4 unit mesin pelet kayu : 185kW x 4 x 4 = 2,96 MW (cukup besar). Bila dibandingkan dengan tenaga listrik yang dapat diproduksi, maka kebutuhan listrik untuk mesin saja sekitar 2,96 / 59 (100%) = 5 %.
Ringkasan Sebagian Produsen WP di Indonesia
Berikut adalah contoh Sebagian Daftar Perusahaan Produsen WP di Indonesia.
Pemasok | Alamat | Kapasitas Produksi, ton/bulan | Nilai Kalor, kcal/kg |
PT Pellet Biomass Indonesia | Bhinor, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur | 600 | |
PT Kaliandra Merah Nusantara | Gempolkurun, Menganti, Gresik, Jawa Timur | 3.000 | 4276-4445 |
CV Alam bayu Cahaya | Leces, Probolinggo, Jawa Timur | 200 | 4402 |
PT Energi Biomassa Investama | Kedunggalih, Bareng, Jombang, Jawa Timur | 7.000 | 4392 |
PT Sastra Energi Dunia | Kebomas, Gresik, Jawa Timur | 9.000 | 4394 |
PT Khatulistiwa Energi Baru | Talun, Gedangsewu, Pare, Kediri, Jawa Timur | 500 | 4379 |
PT Tasibata Mandiri Indonesia | Tegalan, Kediri, Jawa Timur | 500 | 4398 |
PT Indah Karya | Bondowoso, Jawa Timur | 2.500 | |
PT Gouka Indo Energy | Barito Kuala, Kalimantan Selatan | 3.000 | |
PT Thaka Sukses Mandiri | Pekanbaru, Riau | 1.500 | 4500-4700 |
Arief 0815-6888-043 | Serang, Banten | 2.000 | |
PT Gemilang | Subang, Jawa Barat | 400 | |
TOTAL | 332.200 ton/tahun | 30.200 |
Masih banyak perusahaan WP di Indonesia yang belum dikompilasi dalam daftar di atas.
Bila pembaca tertarik dengan mesin peralatan terkait pabrik WP buatan Taichang, silahkan hubungi perwakilan berikut :
- Tiongkok: [email protected], Jack WA/HP : +86 156 0541 6072
- Indonesia: [email protected], Fathur WA/HP : +62 812 1088 1386;
Comments